Allah Maha Baik
Allah selalu Maha Baik…
Setelah sekian lama akhirnya baru berani ceritain ini 💜
Perbincangan mengenai kebutuhan ibunya
anak2 untuk meneruskan S3 sudah ada di keluarga kecil kami sejak 6 tahun yang
lalu. Topik ini cukup sensitif karena kampus tidak mengizinkan untuk
melanjutkan studi di dalam negeri. Dengan kondisi sudah berkeluarga dengan anak
3, tentu keputusan untuk kuliah di luar negeri akan merubah keadaan keluarga
kami secara drastis. Oleh karena itu, rencana ini sebagian besar gw simpan
sendiri di dalam hati kecil. I believe one day it will come true...
Mulai tahun 2018, suami
mengizinkan gw ikut seleksi beasiswa S3 luar negeri. Saat itu yg gw ikuti
adalah seleksi LPDP dan beasiswa pemerintah New Zealand. Dua-duanya tidak
berhasil. Untuk LPDP sendiri, gw gagal di tahap kedua (seleksi akademik).
Sementara aplikasi beasiswa pemerintah New Zealand sudah buntu sejak tahapan
seleksi administrasi. Kecewa tentu ada. Tapi karena merasa belum optimal maka
ya sudah, semua diterima dengan lapang dada. Tetap berpikir positif bahwa ini
adalah jalan terbaik yang Allah berikan untuk gw dan keluarga.
Awal tahun 2021, Panggah, salah
seorang sahabat baik yg saat ini melanjutkan S3 di University of Canterbury, NZ,
menginformasikan bahwa kampusnya sudah masuk ke dalam daftar kampus LPDP untuk
seleksi 2021. Kebetulan minat riset kami sama, dan gw memang mengincar
kampusnya itu untuk melanjutkan S3. Mengingat tahun 2021 adalah tahun terakhir
gw bisa daftar LPDP (karena batasan usia), maka gw berjanji kepada Panggah
bahwa gw akan ikut seleksi. Si Bapang juga setuju karena menurutnya NZ adalah
negara yang kecil dan tenang, jadi sangat cocok sebagai tempat sementara untuk
membesarkan anak-anak. Ikut gw kuliah di luar negeri sepertinya merupakan
bentuk refreshing yang bagus utk keluarga kami. Anak2 juga diharapkan bisa
mendapat pengalaman yg berharga.
Gw ga berhasil daftar di Tahap 1
karena belum punya segala kelengkapan yang diharapkan, terutama sertifikat
IELTS. Sertifikat gw yang sebelumnya udah expired di tahun 2020. Di awal 2021
gw juga berjibaku dengan 2 proyek roro jonggrangnya PPA. Gw katakan ke Panggah
bahwa gw PASTI ikut di Tahap 2, karena itu betul2 kesempatan terakhir gw.
Rencananya gw akan coba finalkan proposal disertasi dulu, berkorespondensi
dengan calon supervisor, dan mendaftar ke kampusnya Panggah. Dengan demikian,
saat mendaftar LPDP Tahap 2 gw udah punya amunisi lebih, yaitu Letter of
Acceptance dari kampus. Siapa tau itu bisa menambah value gw di hadapan panitia
seleksinya. Namun, itu juga akhirnya ga terlaksana. Kebanyakan janji2 palsu nih
ya. 😂
Pendaftaran Tahap 2 dimulai sejak
8 Agustus 2021 sd 8 September 2021. Di masa itu…hmm…gw mengerjakan proyek lain
dari PPA yang betul2 menyita waktu, tenaga, emosi, dan pikiran. Selain
itu, jadwal tes IELTS gw tiba2 dibatalkan
karena ada PPKM Level 4. Berdasarkan informasi di website-nya, tes baru bisa
diselenggarakan lagi di tanggal 9 September 2021. Itu berarti sehari setelah
pendaftaran LPDP ditutup. Namun Allah Maha Baik. Kurang lebih 2 minggu sebelum
pendaftaran ditutup, PPKM dilonggarkan. Gw pun tau informasi ini dari Aulia,
sahabat lainnya yang selalu memotivasi dan menyeret2 gw untuk stick to our plan
mendaftar LPDP. Gw berhasil ikut tes di tanggal 31 Agustus 2021. Jangan ditanya
apakah ada persiapan apa engga. Semuanya modal nekat. Lha wong sblm berangkat
tes dan sambil nunggu tes aja gw masih kirim2 email kerjaan. Skor IELTS gw
keluar di tanggal 5 September dengan overall score 7,5 (it was the best
birthday gift ever), dan sertifikatnya gw ambil di tanggal 7. Pada akhirnya
gw bisa melengkapi semua yang diperlukan untuk daftar LPDP tepat di hari
terakhir pendaftaran. Selain atas pertolongan Allah, gw berhasil mendaftar juga
tidak lain karena ada sahabat2 baik yang secara rutin mengingatkan timeline
dan kelengkapan dokumen pendaftarannya.
Alhamdulillah gw lolos seleksi
administrasi. Yang gw ingat adalah di masa itu gw sering mengutuki diri
sendiri. Pekerjaan gw lagi naudzubillah banyaknya. Kerja 10 sd 12 jam sehari (seringkali 7 hari dalam seminggu) udah jadi makanan sehari-hari selama berbulan2. Belum lagi drama di pekerjaan
ini. Oh Good Lord… Kalimat yang selalu menghantui saat lelah melanda dan
emotionally drained adalah “Are you insane!? Are you trying to kill yourself? Kenapa harus nambah beban lagi dengan ikut seleksi LPDP? It’s too
much…” Setengah dari diri gw berpikir bahwa “It is your ego that you try
to satisfy!!”. Beneran, ini ga lebay 😭😭. Namun demikian, gw tetap berusaha tegar meski secara mental
sebenernya udah hampir nyerah banget. Untuk persiapan tes akademik, gw beli
buku tes CPNS CAT dan pakai buku TPA OTO Bappenas. Gw ngerjain latihan dari
buku2 itu saat ada waktu luang. Pokoknya berusaha bgt bermental baja dan
memenuhi otak gw dengan pikiran “I can do this. I will fight as a gift to my-tired-self.”
Tes akademik dilakukan secara
online dengan muatan verbal, kuantitatif, logika, dan kebhinekaan. Internet gw
sempat putus 4 kali selama tes berlangsung. Amazingly, gw ga panik.
Akhirnya gw bisa menyelesaikan semuanya dengan skor akhir sebesar 180. Dengan
skor segitu, alhamdulillah, gw berhasil lolos tahapan kedua. Menurut Aulia,
soal tes akademik di Tahap 2 ini jauh lebih susah daripada di Tahap 1. Dengan
begitu, passing grade turun jadi sekitar 150an. Padahal di Tahap 1 passing
grade-nya 180. Tuh kan, Allah memang baik banget sama gw 💙
Tahapan seleksi terakhir adalah wawancara. I think I messed this. Bener2 ga meyakinkan waktu nerangin tentang proposal. Lha wong proposalnya memang blm jadi. Hikksss…. Tapi ya udah, mo gimana again. Pasrah aja deh. Yang penting gw udah memenuhi janji ke diri gw sendiri, ke si Bapang, dan ke sahabat2 terdekat. Sisanya betul2 berserah kepada Allah. Hasil seleksi wawancara baru diumumkan lebih dari 1 bulan kemudian (gw wawancara di tgl 25 Oktober 2021). Awalnya dinyatakan bahwa pengumuman ada tanggal 3 Desember 2021, tp diundur ke tanggal 6 Desember 2021. Ada malam2 dimana gw terbangun krn mengingat pertanyaan2 yg diajukan saat wawancara. Meski udah berusaha menata hati dan selalu berdoa agar Allah memberikan apapun yg terbaik, tetep aja kepikiran.
Dr tanggal 3 Desember, teman2 terdekat
udah heboh nanya2 dan ikut deg2an nunggu hasilnya. Gw pribadi bersiap untuk
menemukan kalimat yang dimulai dengan kata “Maaf”. Namun, di tanggal 7 Desember pagi, begitu gw buka status
pendaftaran beasiswa, yang terbaca adalah “Selamat…”. Gw langsung screencapture
pengumuman itu dan mengirimkannya ke si Bapang. Setelah itu gw sujud syukur
dengan tubuh menggigil dan tangan yang gemetar hebat.
Itu hanya awal, bukan akhir. Ga pernah menyangka bahwa setelah pengumuman perolehan beasiswa justru bebannya semakin berat. Gimana klo ga dapet supervisor? Gimana klo ga berhasil dapet LoA di kampus2 yg ditulis saat pendaftaran LPDP? Gimana klo ga bisa dapet visa krn border masih ditutup? Pertanyaan2 kyk gitu terusss aja terngiang2 di kepala. Otak rasanya ruwet minta ampun. Pada akhirnya si benang kusut itu harus diurai pelan2. Nanti ceritanya lanjut di postingan2 selanjutnya ya.
-the wife-
No comments:
Post a Comment