Friday, December 2, 2022

Mendaftar ke kampus impian

Akhir tahun 2021 gw isi dengan kegiatan yang sangat produktif, yaitu mengerjakan berbagai peer sebagai persiapan pendaftaran kampus. Tahap awal adalah: MENYELESAIKAN PROPOSAL. Ini penting sbg bekal saat menghubungi calon supervisor. Ada kampus2 yang mensyaratkan approval dari calon supervisor sebelum bisa apply di sana. Kampus pilihan gw adalah yg mensyaratkan seperti itu. Jadi memang wajib berkorespondensi dengan calon supervisor sebelum daftar ke kampus. Dengan niat kuat dan disiplin waktu yang tinggi, proposal disertasi bisa gw sempurnakan dalam waktu 2 minggu. The power of kepepet works very well πŸ˜‚ Setelah itu gw kirim proposalnya ke Panggah, Nia, dan Mba Nanda untuk dicek substansi dan bahasa. Alhamdulillah di minggu pertama Januari 2022 semua revisi untuk memperbaiki proposal sesuai feedback teman2 bisa gw selesaikan.

Sepulangnya dari liburan awal tahun ke Anyer, proposal itu gw kirim ke calon supervisor di University of Canterbury (UC). Ini adalah kampusnya Panggah, dan profesor itu juga pembimbingnya Panggah. Kebetulan minat riset kami sama2 di Pajak, dan di kampus itu satu2nya professor di bidang pajak hanya beliau. Dua hari setelah itu, gw juga kirim proposal ke calon supervisor di Victoria University of Wellington (VUW). Dua kampus itu sama2 di New Zealand. Saat mendaftar LPDP, semua kampus pilihan gw ada di New Zealand (satu lagi University of Auckland). Ga tau kenapa, dari awal udah yakin banget mau kuliah di negara itu. Mungkin itu yg namanya jodoh ya πŸ˜„ Aniwei, gw blm approach profesor di University of Auckland karena itu buat cadangan aja seumpama ga keterima di UC atau VUW. 

Mulailah deg2an lagi nunggu balasan dari para profesor. Oh iya, yg gw kirim bukan cuma proposal, tapi Letter of Sponsorship dari LPDP dan juga Academic CV (lebih menonjolkan publikasi di jurnal ilmiah dan pengalaman riset daripada pengalaman kerja). Prof dari VUW langsung balas di hari yang sama saat proposal gw kirim. Respon beliau positif dan langsung ngajak janjian ketemu via Zoom di minggu depannya. Rasanya panas dingin ndreredeg ga karuan saat mengkonfirmasi kesediaan untuk Zoom Meeting di jadwal yang beliau sarankan. Nah, supervisornya Panggah me-reply di hari ke 5 setelah proposal gw kirim. Intinya tertarik juga untuk menjadikan gw sebagai mahasiswa bimbingan dan ngajak online meeting juga. Alhamdulillah, kedua meeting tersebut berjalan lancar. Persiapan all out ngapalin proposal dan tetek bengek latar belakang riset akhirnya ga kepake, karena saat Zoom meeting mereka hanya ngajak ngobrol2 ringan aja πŸ˜… Yasud, yg penting  semua sudah dilalui dengan baik dan dua2nya bersedia menjadi pembimbing gw.

Langkah berikutnya adalah mengisi form pendaftaran di UC dan VUW dan melengkapi berkas2 yang diperlukan. Akhir Januari 2022 seluruh persyaratan sudah gw penuhi dan bisa daftar dengan lancar jaya. Meski begitu, rasanya hopeless dan takut banget ga keterima. Teman yg bisa relate dengan gw dalam kondisi ini adalah Aulia, sahabat dekat sesama awardee LPDP yang juga lagi nunggu surat penerimaan dari kampus. Aulia adalah teman dosen yg sejak daftar LPDP selalu memotivasi gw dan ngasih tau segala persyaratan yg diperlukan. Akhirnya kami bisa barengan lagi di poin ini. Saling curhat, berkeluh kesah, dan menguatkan diri masing2 πŸ’•

Alhamdulillah, Letter of Acceptance dari UC gw terima di bulan Maret dan dari VUW di bulan Mei. Sejak awal memang sudah memantapkan diri untuk ambil di UC dengan berbagai pertimbangan, yaitu supervisornya pernah meriset di area yang sama dengan rencana riset gw (kepatuhan pajak UMKM), UC terletak di kota Christchurch di pulau selatan NZ yang terkenal sangat indah, kotanya sendiri juga merupakan kota kecil yang menurut kami nyaman untuk kami dan anak2, dan poin plusnya adalah ada Panggah yang bisa membantu proses kepindahan dan adaptasi kami di sana. Jadi LoA dari UC gw accept, dan VUW dengan berat hati gw decline. Meski udah mantap dengan pilihan ini, gw tetap sedih banget karena prof di VUW baik banget. Beberapa hari rasanya patah hati klo inget prof di VUW πŸ’”πŸ˜”




Begitulah, akhirnya gw berhasil diterima di kampus impian. At this point, I could say out loud that I am so proud of my-self. Thank you, for not losing hope and struggling hard in this challenging task. Thank you, for making our dream come true… πŸ’œ


-the wife-

The beginning of our new journey

 Allah Maha Baik

Allah selalu Maha Baik…

 

Setelah sekian lama akhirnya baru berani ceritain ini πŸ’œ

Perbincangan mengenai kebutuhan ibunya anak2 untuk meneruskan S3 sudah ada di keluarga kecil kami sejak 6 tahun yang lalu. Topik ini cukup sensitif karena kampus tidak mengizinkan untuk melanjutkan studi di dalam negeri. Dengan kondisi sudah berkeluarga dengan anak 3, tentu keputusan untuk kuliah di luar negeri akan merubah keadaan keluarga kami secara drastis. Oleh karena itu, rencana ini sebagian besar gw simpan sendiri di dalam hati kecil. I believe one day it will come true...

Mulai tahun 2018, suami mengizinkan gw ikut seleksi beasiswa S3 luar negeri. Saat itu yg gw ikuti adalah seleksi LPDP dan beasiswa pemerintah New Zealand. Dua-duanya tidak berhasil. Untuk LPDP sendiri, gw gagal di tahap kedua (seleksi akademik). Sementara aplikasi beasiswa pemerintah New Zealand sudah buntu sejak tahapan seleksi administrasi. Kecewa tentu ada. Tapi karena merasa belum optimal maka ya sudah, semua diterima dengan lapang dada. Tetap berpikir positif bahwa ini adalah jalan terbaik yang Allah berikan untuk gw dan keluarga.

Awal tahun 2021, Panggah, salah seorang sahabat baik yg saat ini melanjutkan S3 di University of Canterbury, NZ, menginformasikan bahwa kampusnya sudah masuk ke dalam daftar kampus LPDP untuk seleksi 2021. Kebetulan minat riset kami sama, dan gw memang mengincar kampusnya itu untuk melanjutkan S3. Mengingat tahun 2021 adalah tahun terakhir gw bisa daftar LPDP (karena batasan usia), maka gw berjanji kepada Panggah bahwa gw akan ikut seleksi. Si Bapang juga setuju karena menurutnya NZ adalah negara yang kecil dan tenang, jadi sangat cocok sebagai tempat sementara untuk membesarkan anak-anak. Ikut gw kuliah di luar negeri sepertinya merupakan bentuk refreshing yang bagus utk keluarga kami. Anak2 juga diharapkan bisa mendapat pengalaman yg berharga.

Gw ga berhasil daftar di Tahap 1 karena belum punya segala kelengkapan yang diharapkan, terutama sertifikat IELTS. Sertifikat gw yang sebelumnya udah expired di tahun 2020. Di awal 2021 gw juga berjibaku dengan 2 proyek roro jonggrangnya PPA. Gw katakan ke Panggah bahwa gw PASTI ikut di Tahap 2, karena itu betul2 kesempatan terakhir gw. Rencananya gw akan coba finalkan proposal disertasi dulu, berkorespondensi dengan calon supervisor, dan mendaftar ke kampusnya Panggah. Dengan demikian, saat mendaftar LPDP Tahap 2 gw udah punya amunisi lebih, yaitu Letter of Acceptance dari kampus. Siapa tau itu bisa menambah value gw di hadapan panitia seleksinya. Namun, itu juga akhirnya ga terlaksana. Kebanyakan janji2 palsu nih ya. πŸ˜‚

Pendaftaran Tahap 2 dimulai sejak 8 Agustus 2021 sd 8 September 2021. Di masa itu…hmm…gw mengerjakan proyek lain dari PPA yang betul2 menyita waktu, tenaga, emosi, dan pikiran. Selain itu,  jadwal tes IELTS gw tiba2 dibatalkan karena ada PPKM Level 4. Berdasarkan informasi di website-nya, tes baru bisa diselenggarakan lagi di tanggal 9 September 2021. Itu berarti sehari setelah pendaftaran LPDP ditutup. Namun Allah Maha Baik. Kurang lebih 2 minggu sebelum pendaftaran ditutup, PPKM dilonggarkan. Gw pun tau informasi ini dari Aulia, sahabat lainnya yang selalu memotivasi dan menyeret2 gw untuk stick to our plan mendaftar LPDP. Gw berhasil ikut tes di tanggal 31 Agustus 2021. Jangan ditanya apakah ada persiapan apa engga. Semuanya modal nekat. Lha wong sblm berangkat tes dan sambil nunggu tes aja gw masih kirim2 email kerjaan. Skor IELTS gw keluar di tanggal 5 September dengan overall score 7,5 (it was the best birthday gift ever), dan sertifikatnya gw ambil di tanggal 7. Pada akhirnya gw bisa melengkapi semua yang diperlukan untuk daftar LPDP tepat di hari terakhir pendaftaran. Selain atas pertolongan Allah, gw berhasil mendaftar juga tidak lain karena ada sahabat2 baik yang secara rutin mengingatkan timeline dan kelengkapan dokumen pendaftarannya.

Alhamdulillah gw lolos seleksi administrasi. Yang gw ingat adalah di masa itu gw sering mengutuki diri sendiri. Pekerjaan gw lagi naudzubillah banyaknya. Kerja 10 sd 12 jam sehari (seringkali 7 hari dalam seminggu) udah jadi makanan sehari-hari selama berbulan2. Belum lagi drama di pekerjaan ini. Oh Good Lord… Kalimat yang selalu menghantui saat lelah melanda dan emotionally drained adalah “Are you insane!? Are you trying to kill yourself? Kenapa harus nambah beban lagi dengan ikut seleksi LPDP? It’s too much…” Setengah dari diri gw berpikir bahwa “It is your ego that you try to satisfy!!”. Beneran, ini ga lebay 😭😭. Namun demikian, gw tetap berusaha tegar meski secara mental sebenernya udah hampir nyerah banget. Untuk persiapan tes akademik, gw beli buku tes CPNS CAT dan pakai buku TPA OTO Bappenas. Gw ngerjain latihan dari buku2 itu saat ada waktu luang. Pokoknya berusaha bgt bermental baja dan memenuhi otak gw dengan pikiran “I can do this. I will fight as a gift to my-tired-self.”

Tes akademik dilakukan secara online dengan muatan verbal, kuantitatif, logika, dan kebhinekaan. Internet gw sempat putus 4 kali selama tes berlangsung. Amazingly, gw ga panik. Akhirnya gw bisa menyelesaikan semuanya dengan skor akhir sebesar 180. Dengan skor segitu, alhamdulillah, gw berhasil lolos tahapan kedua. Menurut Aulia, soal tes akademik di Tahap 2 ini jauh lebih susah daripada di Tahap 1. Dengan begitu, passing grade turun jadi sekitar 150an. Padahal di Tahap 1 passing grade-nya 180. Tuh kan, Allah memang baik banget sama gw πŸ’™


Tahapan seleksi terakhir adalah wawancara. I think I messed this. Bener2 ga meyakinkan waktu nerangin tentang proposal. Lha wong proposalnya memang blm jadi. Hikksss…. Tapi ya udah, mo gimana again. Pasrah aja deh. Yang penting gw udah memenuhi janji ke diri gw sendiri, ke si Bapang, dan ke sahabat2 terdekat. Sisanya betul2 berserah kepada Allah. Hasil seleksi wawancara baru diumumkan lebih dari 1 bulan kemudian (gw wawancara di tgl 25 Oktober 2021). Awalnya dinyatakan bahwa pengumuman ada tanggal 3 Desember 2021, tp diundur ke tanggal 6 Desember 2021. Ada malam2 dimana gw terbangun krn mengingat pertanyaan2 yg diajukan saat wawancara. Meski udah berusaha menata hati dan selalu berdoa agar Allah memberikan apapun yg terbaik, tetep aja kepikiran.

Dr tanggal 3 Desember, teman2 terdekat udah heboh nanya2 dan ikut deg2an nunggu hasilnya. Gw pribadi bersiap untuk menemukan kalimat yang dimulai dengan kata “Maaf”. Namun, di tanggal 7 Desember pagi, begitu gw buka status pendaftaran beasiswa, yang terbaca adalah “Selamat…”. Gw langsung screencapture pengumuman itu dan mengirimkannya ke si Bapang. Setelah itu gw sujud syukur dengan tubuh menggigil dan tangan yang gemetar hebat.


Itu hanya awal, bukan akhir. Ga pernah menyangka bahwa setelah pengumuman perolehan beasiswa justru bebannya semakin berat. Gimana klo ga dapet supervisor? Gimana klo ga berhasil dapet LoA di kampus2 yg ditulis saat pendaftaran LPDP? Gimana klo ga bisa dapet visa krn border masih ditutup? Pertanyaan2 kyk gitu terusss aja terngiang2 di kepala. Otak rasanya ruwet minta ampun. Pada akhirnya si benang kusut itu harus diurai pelan2. Nanti ceritanya lanjut di postingan2 selanjutnya ya.


-the wife-