Wednesday, April 26, 2023

Anak-anak dan sekolah di NZ

Kami tiba di Christchurch di akhir bulan Oktober 2022, namun anak2 baru mulai sekolah di awal Februari 2023. Kenapa koq ga sekolah lebih awal? Alasannya adalah krn nanggung. Kami baru bisa daftar sekolah setelah dapat dokumen tenancy agreement krn dokumen tersebut harus dilampirkan saat pendaftaran sebagai bukti bertempat tinggal di zona sekolah. Sementara itu, pertengahan Desember udah libur Summer. Jadi yasud, anak2 kami "liburkan" cukup lama. 

Berbeda dengan di Indonesia, tahun ajaran baru di sini mulai di awal tahun. Periode sekolah dibagi dalam 4 Term, mengikuti jumlah musim, yaitu:

Term 1 - Summer (Feb - Apr)

Term 2 - Autumn (Apr - Jul)

Term 3 - Winter (Jul - Sept)

Term 4 - Spring (Okt - Des)

Tiap Term berdurasi 10 minggu, dilanjutkan oleh Term Break selama 2 minggu (kecuali antara Term 4 dan Term 1, liburnya 6 minggu).

Di sini semua anak lompat kelas. Mas Rama langsung ke kelas 9 (setara 1 SMA), Mas Dewa kelas 6 (tahun terakhir SD), dan Betari kelas 3. Hal ini karena ada perbedaan usia masuk SD antara Indonesia dengan NZ. Di NZ, anak masuk ke primary school saat usianya 5 tahun, sementara di Indonesia rata2 di usia 7 tahun. Yang sangat kami syukuri adalah anak2 dapat bersekolah di tempat yang memang kami incar sejak lama. Mas Rama di Riccarton High School sementara Mas Dewa dan Betari di Ilam School. Sejak dapat beasiswa LPDP memang sekolah2 itu yang pertama kali dibrowsing si Ibu, dan langsung jatuh cinta begitu baca2 websitenya. 



Namun demikian, pastinya ada banyak kekhawatiran mengenai anak2 dan sekolahnya. Rintangan terbesar tentu kendala bahasa, krn di Indonesia mereka cuma pernah belajar bahasa Inggris sebentar. Betari sebagai anak paling kecil (dan menyadari kemampuan bahasa Inggrisnya paling rendah) berkali2 mengutarakan ketakutan2nya. Jujur, kami sebagai ortu juga panik tak hingga, tp selalu berusaha memberikan afirmasi positif. Kami bahkan mengajari beberapa "safe words" yang bisa mereka pakai di saat kepepet, yaitu "I don't know", "I don't understand", dan "I don't know how to explain".

Di hari pertama mereka sekolah, Ibu dan Bapaknya  mules dan stres. Mau ngapa2in rasanya ga bisa fokus, sebentar2 ngecek HP untuk mengantisipasi kabar dari sekolah. Apalagi si Ibu ini berkampus tepat di sebelah sekolah anak2 kecil, literally cuma 5 menit jalan kaki ke sana. Alhamdulillah, Mas Dewa dan Betari langsung enjoy di sekolah. Yang paling lama adaptasinya justru Mas Rama. Di minggu pertama sekolah sampe ga berani makan dan minum di sekolah. Jadi lunckbox dan botol minumnya ga tersetuh sama sekali. Mungkin krn Mas Rama baru pertengahan tahun lalu lulus SD dan di sini langsung masuk ke kelas 1 SMA. Dia skip level SMP dan dengan demikian langsung dituntut utk mandiri dan punya lebih banyak tanggung jawab. Ini berbeda dengan adik2nya yg dapat banyak bgt pendampingan di sekolah, misalnya dikasih 'buddy' setiap hari sehingga selalu ada teman main. 





Saat ini mereka sudah masuk Term 2. Alhamdulillah semua sudah bisa santai dan enjoy. Betari malah mengaku lbh suka sekolah di sini krn banyak mainnya dan sekolahnya punya beberapa playground dan lapangan yang super luas (begitulah standar sekolah di NZ). Di Term 2 ini Mas Rama juga mulai berangkat sekolah sendiri (di Term 1 masih diantar bapaknya tiap berangkat sekolah, tp pulang sendiri nak bus). Mas Dewa sih ga usah ditanya. Dari dulu anak itu memang kelewat pede dan sosial. Jadi pas Ibunya masuk kelas utk ngobrol sama gurunya di hari kedua sekolah dia ga tau sama sekali karena lagi asyik main sama teman2nya. 

Secara umum, sekolah negeri di sini gratis. Ortu cuma perlu bayar biaya tahunan (ga signifikan) dan biaya camping (camping merupakan bagian dr kurikulum NZ). Nah, biaya camping ini yg lumayan. Utk Mas Dewa, kami membayar $160, dan utk Mas Rama $220. Belum lagi hrs beli segala perlengkapannya krn ini betul2 hal baru utk kami. Tapi gapapa sih, krn ini merupakan pengalaman yang bagus dan seru banget utk mereka. Mas Dewa camping ke Mt Hutt di akhir Maret lalu, tepat bgt sebelum bulan puasa. Kegiatan2nya super seru, mulai dari panahan, panjat tebing, biking, water sliding, menyusuri sungai, dan lain2nya. Yang dikeluhkan cuma cuaca yg super dingin dan ga bisa tidur karena teman2 satu kamarnya berisik dan kasurnya keras. Mas Rama akan camping ke fasilitas yang dimiliki sekolahnya di Orohaki, tanggal 1 Mei besok. Sebenernya dia ga mau ikut, tp kami paksa supaya bisa mandiri dan belajar bergaul dengan teman2nya. 







Selain bayar biaya camping, kami juga harus beli seragam. Nah, harga seragam sekolah ga main2 mahalnya. Sebagai bayangan, celana sekolah Mas Rama harganya $60, polo shirt Mas Dewa $30, dan dress sekolah Betari $50. Itu per piece ya. Sekolah menawarkan seragam preloved dengan harga yg jauh lebih terjangkau. Namun kami blm tega membelikan anak2 seragam preloved. Utk keperluan beli seragam baru utk 3 anak kami menghabiskan kurang lebih $2,000. Namun kalau dibandingkan pengeluaran kami di Indonesia utk SPP, uang pangkal, uang tahunan, dll, jumlah segitu masih jauh lebih kecil. Seragamnya juga bagus, jadi kami semangat belinya. Hahahahhaa. Contohnya seragam Mas Rama bukan cuma kemeja dan celana panjang, tapi ada jersey, blazer, dasi, dan jaket waterproof juga. So far yang kami belum punya cuma dasi, karena ga wajib beli dan Mas Rama ga suka pakai dasi. Ya udah gapapa deh. 




Nah, saat ini cuaca di NZ sudah mulai dingin (sudah di pertengahan musim gugur). Maka itu kami harus secepatnya beli seragam winter untuk anak2. Untuk Mas Rama cuma tinggal beli syal sekolah. Sementara untuk adik2 perlu lebih banyak, yaitu pinafore (sebagai pengganti dress kotak2 birunya Betari), atasan fleece, dan sweatshirts. Kapan2 diupdate lagi saat anak2 sudah pakai seragam winternya. 

Kami sangat berbahagia karena sekolah di NZ sangat tidak "akademik". Selain itu, anak2 juga akan dikembangkan sesuai minatnya masing2. So far mereka ga pernah ada tes atau ujian. Nanti saat Mas Dewa masuk ke intermediate school juga ga ada ujian heboh kyk Mas Rama tahun lalu. Dia tinggal masuk setelah daftar. Syarat masuk ke SMP cuma: tinggal di zona sekolah. Mas Rama yang sekarang kelas 1 SMA juga ga pernah ada ulangan. Tiap dua minggu sekali kami dikirimi "rapot" yang isinya bukan nilai mata pelajaran, namun skor yang mengindikasikan kesiapan dan sikap Mas Rama dalam belajar. Skor tertinggi adalah 4, dan udah bbrp kali ini kami mendapati skor Mas Rama di 3.9. Ini contoh laporannya.


Selain itu, sekolah juga sangat concern dengan muridnya. Selama Term 1, kami sudah berkali2 diundang ke sekolah untuk kenalan dengan guru2 dan ngobrol2 utk mengetahui kepribadian anak serta perkembangan dan kebutuhannya. Kami juga bisa dengan leluasa menyampaikan kebutuhan2 sebagai muslim, diantaranya kebutuhan untuk sholat jumat, sholat 5 waktu (seperti pas Mas Dewa camping), puasa, dll. NZ terkenal sangat toleran, jadi semuanya bisa diakomodasi dengan baik. Dengan begitu, kami merasa tenang melepas anak ke sekolah karena tahu bahwa mereka nyaman dan mendapat dukungan penuh dari sekolah.

Begitulah cerita mengenai sekolah anak2 di tempat tinggal kami sekarang. Alhamdulillah anak2 bisa mendapatkan pengalaman berharga dan belajar budaya baru yang menarik. Semoga anak2 semakin berkembang di sekolahnya masing2. 


-the wife-