Friday, March 29, 2024

Places we called HOME in New Zealand

Cari akomodasi di Selandia Baru untuk keluarga dapat dikatakan sulit dan sangat challenging. Bagi yang belum pernah tinggal di sini tingkat kesulitannya bisa berkali-kali lipat. Ada beberapa alasan, diantaranya suplai perumahan yang terbatas, rate sewa yang mahal, dan wajib ada surat rekomendasi dari landlord lama atau dari orang yang kenal calon penyewa secara personal. 

Kalau ada iklan sewa rumah, calon penyewa yang tertarik perlu booking janji viewing properti tersebut. Saat viewing ini biasanya agen/landlord sudah mulai melakukan penilaian calon penyewa yang potensial. Oleh karena itu, ada proses viewing yang ga boleh diwakilkan ke orang lain. Jadi perlu nanya dulu sebelum booking apakah boleh diwakilkan atau engga. Kalau dirasa cocok, proses selanjutnya adalah submit application untuk rumah itu. Prosesnya mirip kayak mau melamar kerjaan. Calon penyewa bikin semacam CV dengan melampirkan bukti bisa bayar sewa dan juga menjelaskan bahwa dapat merawat properti tersebut. Nanti agen dan landlord akan menyeleksi dan mengabari apakah masuk ke dalam shortlist atau engga. Kalaupun masuk shortlist belum tentu berhasil jadi tenant.  

Karena sebegitu sulitnya, kami belum dapat rumah saat berangkat ke Selandia Baru. Padahal usaha udah terbilang maksimal banget. Yowes, akhirnya  kami sewa akomodasi temporer dulu lewat airbnb. Saat itu kami sewa apartemen 2 kamar di 101 Stars Motel. Seperti apartemen pada umumnya, di situ juga ada dapur yang perlengkapan masaknya cukup lengkap. Itulah rumah pertama kami di sini. Awalnya kami sewa untuk 11 malam, namun akhirnya perlu diperpanjang 3 malam lagi. Hingga saat ini tiap kali lewat motel itu kami selalu menyapa, "Halo rumah", karena tempat itu memang begitu bersih, nyaman, dan hangat bagi kami yang saat itu super lelah, jetlag, dan kedinginan. 




Setelah dua minggu tinggal di motel, dengan bantuan Panggah, akhirnya kami dapat flat 4 kamar di Kahu Apartment. Ini rumah kedua kami yang amat sangat kami syukuri. Lokasinya sangat strategis, dekat banget dengan tempat kerja Bapak dan bisa jalan kaki ke kampus dan sekolah adik-adik. Mas Rama biasanya jalan kaki saat berangkat sekolah, tp pulangnya naik bus. Flat yang biasanya ditempati mahasiswa pelan-pelan kami tambahi perabotan untuk membuatnya lebih nyaman dan dapat kami sebut sebagai rumah. Kami tinggal di Kahu selama lebih dari setahun, sehingga bisa dikatakan bahwa seluruh proses adaptasi awal kami di Selandia Baru kami lewati di Kahu. Banyak memori indah di sana. Kami juga beberapa kali mengundang teman2 tersayang untuk makan bareng. Kahu menjadi rumah ideal bagi kami yang baru aja tiba di Selandia Baru karena fully furnished. Kebanyakan rumah yang disewakan di NZ sini kondisinya kosong alias unfurnished. Kalau baru datang kebayang gimana kelimpungannya beli-beli perabotan. 










Setelah setahun, Kahu mulai terasa kurang pas untuk keluarga kami. Ruangannya serba mungil dan ga ada tempat untuk mesin cuci dan dryer. Karena didesain untuk student accommodation, mesin cuci dan dryer ditempatkan di ruang publik dan dioperasikan dengan koin. Kami biasanya nyuci tiap hari Senin dan Kamis. Utk mengeringkan pakaian, kami selalu pergi ke Laundromat. Lama-lama rasanya lelah dan kurang fleksibel. Menukar koin pun lama-lama jadi semakin sulit dan langka. 

Akhirnya si Ibung mulai cari-cari lagi iklan sewa rumah di website Trademe. Sejak pertengahan tahun 2023 mulailah si Ibung viewing dan apply beberapa properti. Balik lagi menghadapi challenge seperti saat mau ke NZ, tapi kali ini sudah punya referen landlord Kahu untuk membackup aplikasi sewa. Kriteria rumah impian kami adalah berada di zona sekolah anak-anak, ada akses public transport (karena anak-anak akan pulang sendiri saat ibu dan bapaknya kerja), bersih, ada banyak jendela sehingga sirkulasi udaranya bagus dan dapat cahaya matahari yang cukup, punya halaman belakang untuk jemur pakaian, minimal punya 3 kamar yg cukup luas, dan available di awal tahun 2024. Dengan kriteria sebanyak itu tentu aja sulit banget dapet yang pas. Sampai akhirnya kami perlu stretching budget sewa supaya ada lebih banyak pilihan yang muncul di Trademe. 

Nah, ada satu rumah yang rasanya klop banget dengan semua kriteria kami, dan kebetulan jaraknya cuma 5 menit jalan kaki dari Kahu (namun harus menyebrangi jalan besar). Rumah ini dari luar terlihat seperti rumah tua (ya iyalah, ketika kami cari tau, rumah ini dibangun tahun 1955). Namun dapur, kamar mandi, dan ruangan pantry-nya baru direnovasi. Karpet-karpet di  kamar juga baru, plus baru aja dicat secara keseluruhannya. Di dalam iklan sewa disebutkan bahwa semua gorden akan diganti baru, demikian pula tali jemuran di belakang rumah. Tenant yang sebelumnya adalah orang Asia yang keliatan apik banget, jd rumah itu sangat bersih dan ga ada bau apek sama sekali. Bonusnya adalah rumah ini dekat banget dengan playground favoritnya anak-anak. Oleh karena itu, berkas application kami siapkan dengan cermat. Kami melampirkan bank statement, LoG, dua slip gaji, dan bukti transfer sewa di rumah lama untuk menggambarkan kondisi keuangan kami dan bukti bahwa kami amat sangat mampu membayar sewa rumah tersebut. Selain itu, kami mendesripsikan keluarga kami melalui essay singkat yang berisi gambaran bahwa kami adalah calon penyewa yang dapat diandalkan untuk merawat properti itu. Landlord Kahu, dospem utama, manajer di kantor, dan teman-teman terdekat kami masukan sebagai referen. Setelah aplikasi disubmit, kami selalu berdoa semoga properti tersebut bisa jadi rumah kami yang selanjutnya. 

Tepat setelah sidang proposal di tanggal 25 Oktober 2023, si Ibung ditelpon untuk dikabari bahwa kami berhasil mendapatkan rumah yang kami inginkan itu. Alhamdulillah...rasanya mo nangis karena dalam satu hari dapat dua kabar baik. Begitu sampe di rumah, kami langsung tandatangan kontrak dan transfer deposit yang diminta (bonds sejumlah 4 kali sewa + 2 minggu sewa). Akhirnya kami mendapatkan rumah kami yang ketiga. Takdir memang lucu. Ternyata saat pertama kali tiba di Selandia Baru dan sibuk viewing rumah di area tersebut, si Ibung pernah foto di depan jalan menuju rumah itu. Ini fotonya: 


Jalan di dalam foto adalah jalan di depan rumah kami yang sekarang, yaitu Renfrew Street. Rumah kami berada di sebelah kanan, beberapa rumah dari kotak berwarna hijau yang terlihat di foto. 

Proses pindahan dari motel ke Kahu tentu ga ribet sama sekali karena barang-barang kami masih muat di koper-koper yang kami bawa dari Indonesia. Nah, dari Kahu ke Renfrew ini yang bikin si Ibung mules-mules ga keruan. Bukan cuma karena barang yang tentunya udah jauh lebih banyak daripada sebelumnya, tapi juga karena di minggu pindahan itu ada conference di Melbourne. Maka packing-packing segala barang harus pake strategi. Sebelum berangkat conference, si Ibung juga udah kasih aba-aba ke seisi rumah apa yang harus dilakukan di hari H pindahan. 

Karena rumah Renfrew ini disewakan unfurnished, maka kami nyicil berburu perabotan sejak beberapa bulan sebelum pindahan. Kami memanfaatkan momen sale besar-besaran seperti Black Friday (24 November), Boxing Day (26 Desember), dan year end sale untuk beli perabotan baru. Perabotan bekas kami cari melalui Facebook Marketplace atau dari teman-teman Indonesia yang mau back for good. Dengan kombinasi itu kami bisa menekan anggaran utk ngisi  rumah. Sebagian uang untuk beli perabot ini menggunakan deposit Kahu yang dikembalikan landlord saat kami pindah. Sebagian lagi disponsori si Bapang. Wkwkwkwkw. Daku amat sangat bahagia karena dapet barang-barang bagus dan murah. 

Setelah 2 bulan tinggal di Renfrew, akhirnya semua proses pindahan dan beli-beli perabotnya bisa selesai juga. Inilah potret rumah kami yang sekarang. Rumah kami di Renfrew ini punya 4 kamar, 1 kamar mandi, 1 tambahan kloset, garasi mobil yang luar biasa besar dengan gudang di dalamnya, dan halaman depan serta belakang yang luas. Tiap kamar juga punya build-in wardrobe. 

















Rumah Renfrew lebih dekat ke sekolah Mas Rama daripada sekolahnya Mas Dewa dan Betari. Jadi sekarang Mas Rama pulang pergi jalan kaki. Sementara Mas Dewa dan Betari berangkat sekolah diantar bapaknya dan pulang naik bus. Ibunya udah beberapa kali mengawani mereka naik bus sebelum akhirnya dibolehkan naik bus berdua aja. Saat ini Mas Dewa udah pindah ke SMP, namun jarak SMPnya ke sekolah adiknya cukup dekat. Sepulang sekolah, Mas Dewa nyamper adiknya dan mereka akan jalan ke halte bus sama-sama. Mereka harus turun di halte ketiga dari halte dekat sekolahnya lalu jalan kaki melintasi playground untuk pulang ke rumah. Anak-anak kecil ini juga diberi arahan mengenai apa yang terjadi kalau mereka terlalu cepat atau terlalu lambat memencet tombol STOP. Karena kami ga pindah terlalu jauh dari Kahu, maka anak-anak sudah sangat familiar dengan wilayah-wilayah tersebut. Bahkan mereka udah berani jalan kaki utk jajan di mal yang paling dekat dengan rumah. Selama ini semuanya lancar-lancar aja. Mudah-mudahan akan begitu untuk seterusnya. 

Dengan rumah sebesar dan sebagus ini (dan lokasinya juga sangat strategis) tentu sewanya ga murah. Wkwkwkwkw. Tapi insya allah kami ga pernah hidup di luar kemampuan kami. Jadi inipun masih dalam budget yang kami tetapkan. Semoga rejeki kami selalu lancar dan ga perlu pindah rumah lagi selama tinggal di sini. Amiin ya rabbal alamin. 

-the wife-