Tuesday, November 19, 2024

Duka dan Duka PhD Mom


Hahahaha kenapa judulnya kayak gitu? 

Soalnya udah kebanyakan ngomongin hal yang indah-indah. Dalam hidup ini semuanya berdampingan. Ketika ada suka, maka bisa dipastikan ada duka. Nah, kadang yang jelek-jelek ga disampaikan karena kuatir stigmatisasi 'ga bersyukur' atau 'kurang iman' atau bisa jadi ini yang disebut 'jangan percaya semua yang dishare di Internet'. Aneh memang. Padahal kita ini masih ada di dunia. Kalau udah sampe surga mungkin semuanya selalu menyenangkan.

Sebenernya si Ibu bikin postingan ini karena lagi tertohok oleh reaksi tubuh yang memberikan sinyal kelelahan dan stres meskipun secara personal merasa baik-baik aja. Ternyata sebegitu hebatnya mekanisme tubuh kita yang bisa mendeteksi hal itu. Parahnya lagi, kesadaran tentang stres itu baru muncul setelah diyakinkan oleh banyak orang. Wkwkwkwkw. Sungguh bukan denial karena memang sebuta itu. Setelah tahu baru deh merunut satu per satu. Oh oke, tanpa disadari diri ini memang menanggung beban yang sebegitu beratnya. 

Jadi ini bermula dari sakit gigi beberapa bulan lalu sampai akhirnya harus root canal treatment. Sempat khawatir mengenai biayanya karena urusan gigi begini ga ditanggung asuransi. Sekedar tambal gigi aja biayanya mencapai ratusan dolar. Tapi alhamdulillah ketemu dentist yang juga orang Indonesia sehingga biaya root canal treatment menjadi kurang lebih sama dengan biayanya di Indo. Dari situ juga jadi tahu bahwa perawatan sakit gigi (selama hanya sekedar tambal sementara atau malah cabut gigi) masih dicover asuransi. Dengan demikian total biaya bolak balik ke dokter gigi bisa lebih hemat. Awalnya ditetapkan 3 kali visit. Tapi karena sempat ada komplikasi bekas suntikan anestesi akhirnya perlu balik 1 kali lagi. Visit yang ini gratis, begitu pula antibiotik yang diresepkan. Intinya dentist ini oke banget. 

Kelar satu masalah, datang lagi yang berikutnya. Siklus haid yang selama ini selalu on point dengan jarak 21-28 hari tiba-tiba meleset. Wah itu stresnya bukan main. Tiap hari cemas, nangis, dan ga bisa tidur karena tentu aja TAKUT HAMIL. Dalam tahapan kehidupan saat ini, hamil merupakan mimpi buruk. Akhirnya tes kehamilan sampai 4 kali di hari yang berbeda. Semua menunjukan hasil negatif. Tapi kenapa haid ga kunjung datang? Mulailah bertanya ke Mba Kiki yang notabene adalah dokter. 

Mba Phia stres, jadi hormonnya ga seimbang. 

Engga Mba Kiki, aku justru stres karena ga haid.... 

Tidak lupa cari info lewat internet dan malah menemukan kasus yang seram-seram. Untuk mengakhiri kegelisahan, daku booking appointment di UC Health Center. Tujuan utama adalah mengecek IUD yang sejak pasang hampir 5 tahun lalu ga pernah diperiksa keberadaannya. Motif berikutnya adalah minta diresepkan pil ampuh untuk membuat siklus bulanan kembali normal. Yang melayani adalah perawat, bukan dokter, karena cuma sekedar cek IUD tentu hal yang perawat pun bisa lakukan. Mungkin juga karena tarif konsultasi dengan perawat lebih murah. Sungguh, orang-orang di NZ sini sangat peduli dengan kondisi keuangan. Karena konsultasi berkaitan dengan sexual health ga dicover asuransi maka klinik pun sangat hati-hati mengenai ini. Sejak awal bikin janji udah diingatkan bahwa ini berbayar. Ketika tiba di resepsionis disinggung kembali. Terakhir pas udah di ruang konsultasi pun perkara bayar-bayar ini dikemukakan di awal pembicaraan. Intinya adalah, posisi IUD baik-baik saja, benangnya terlihat dengan panjang yang normal.

Kenapa haid saya ga lancar?

Banyak faktor, utamanya stres, bisa juga faktor usia. But you are fine, don't worry.

I am worried sick. Tolong resepin sesuatu untuk bikin haid saya keluar.

Ga bisa. You can take blood test to make sure you are not pregnant. Or else, I can give you more pregnancy test pack.

Sungguh tidak membantu. Eniwei, akhirnya diputuskan untuk ganti IUD karena yang terpasang hampir expired. Perawatnya bilang IUD suka bertingkah kalau udah mendekati tenggatnya, misalnya releasing jumlah hormon yang ga tepat. Namun prosedur ini ga bisa segera dilakukan karena dia full booked dan jadwal available terdekat adalah satu bulan lagi. Sigh. Akhirnya pasrah dan manut dengan tanggal yang ditetapkan. Lucunya, IUD langsung ditebus di apotek kampus pada hari itu juga dan harus dibawa sendiri ke klinik sebulan kemudian. Ini sudah dilakukan semuanya. Ternyata IUD yang lama adalah copper, jadi ga mengandung hormon sama sekali. Ini diganti Mirena, dan Mirena akan merelease hormon sedikit demi sedikit.

Alhamdulillah setelah konsultasi pertama ke klinik itu haidnya datang. Okay, sekarang udah bisa kembali lagi ke pola bekerja seperti sebelumnya. Apakah itu terjadi? Eng ing eeeeeng. Tiba-tiba dapat email dari Business School bahwa gedung tempat para research student berkantor akan direnov dan kami harus pindah ke gedung sebelah. Yang menyebalkan adalah ga ada kepastian bahwa kami akan dapat dedicated desk seperti yang selama ini kami dapatkan. Katanya karena keterbatasan ruang yang tersedia. Dalam keadaan marah dan sedih email itu langsung daku balas, ga lupa cc Adrian dan Andrew sebagai dospem. Mulai lagi kena anxiety attack meski dospem sangat pengertian dan bersedia membantu sesuai kapasitas mereka. 

Seminggu kemudian daku pop-in ke kantor Andrew, tentunya untuk curhat. Udah berminggu-minggu penulisan disertasi mandeg, sekarang ditambah lagi dengan ketidakpastian tentang relokasi. 

Poor thing. I think you need a break... 

No, I am already behind.

You did good. Please promise me that you will speak to someone about this.

Lalu kami ngobrol ngalor ngidul dengan suasana penuh kehangatan. Cerita tentang keluarga, rencana liburan, dan hal-hal lainnya yang ga ada kaitannya dengan per-PhD-an. Sebegitu menyenangkannya kuliah doktoral di sini. Dospem selalu pengertian dan paham bahwa mahasiswa mereka juga manusia biasa. Perjalanan studi ini pada dasarnya sudah berat, jadi mereka ga mau menambah beban yang ga perlu. Pertemuan satu setengah jam itu sangat membantu meningkatkan semangat untuk menulis dan membaca. Saat pamit dan keesokan harinya (lewat email) Andrew kembali bilang: Please talk to someone and let me know if there is anything I can do to help.

Someone yang Andrew maksud adalah student advisor (istilahnya di sini adalah Kaitoko). Daku segera booking appointment untuk ketemu Keryn, salah satu Kaitoko di Graduate School untuk konsultasi. Dapatlah jadwal hari ini. Beberapa bulan lalu, sebelum balik ke Indonesia untuk ngumpulin data, daku juga pernah ketemuan sama Keryn. Saat itu diskusinya fokus untuk mengurus persiapan extramural study (studi di luar NZ). Konsultasi kali ini untuk ngomongin mengenai well-being dan segala efeknya terhadap studi.

Tubuhmu memberikan signal bahwa kamu stres, makanya kamu skip period. Kamu perlu break. Aku bisa arrange untukmu.

Ga bisa, lagi banyak deadline.

I read your most recent progress report. You are doing amazing.

Saat ini aku perlu kerja lembur untuk mengejar analisisku yang terlambat.

MEMANGNYA ADRIAN DAN ANDREW PERNAH BILANG KAMU TERLAMBAT SESUATU???

Long pause ----- pada tahap ini udah ga bisa nahan air mata. Di ruangan konsultasi itu ada kotak tissue. Mungkin memang sengaja diletakkan di situ.

No. I think I am too hard on myself...

Akhirnya keluar pengakuan itu. 

Di tengah kalimat-kalimat Keryn mulailah meluncur fakta keseharian yang selama ini dijalani tanpa dipikir bebannya. Mulai dari tugas sebagai ibu dan istri yang harus memastikan rumah tetap rapi, anak dan suami makan dengan layak, meng-arrange semua janji temu dengan dokter, gurunya anak-anak, playdate, mengingat seabreg jadwal penting untuk semua anggota keluarga, dan segala detail keciiiiiil yang kalau mau dirinci ga akan cukup seharian. Ini belum ditambah dengan menjadi ibu yang "mendengarkan" semua keluh kesah dan cerita rupa-rupa yang dibawa anak-anak dari interaksi mereka. Sedari anak-anak kicik memang sudah dilatih untuk selalu mengkomunikasikan apapun ke orang tuanya. Kalau ga ngomong ya kitanya yang menggali. Maka sekarang mereka antri untuk cerita segala macam. 

Kemudian sebagai mahasiswa PhD yang membutuhkan dedikasi dan ketahanan tingkat tinggi. Ibaratnya lagi maraton. Musuh utama adalah diri sendiri dengan segala kemalasan dan kebosanan yang selalu menghantui. Seharian di depan komputer belum tentu bisa menghasilkan satu paragraf tulisan atau fokus membaca satu artikel dengan mindful. Hari-hari dijalani dengan monoton sambil terus berusaha meletakan satu kaki di depan yang lainnya. Semua hal yang secara konsisten memerlukan kerja otak, temasuk membaca dan menulis, memang tidak mudah.

Satu lagi adalah komitmen 20 jam di pekerjaan part time. Meski ini bisa dibilang hiburan karena hari-hari melihat baju baru yang bagus-bagus, bisa chit chat dengan teman-teman (sesuatu yang ga bisa didapat di kampus), dan bisa dapat diskon gede sebagai karyawan, tapi tetap aja menyita tenaga dan waktu.

Bisa ga kerja paruh waktunya dikurangin jadi 16 jam? Bukan untuk ke kampus, tapi supaya kamu punya lebih banyak waktu untuk dirimu sendiri.

I will ask my manager.

Coba berdamai dengan dirimu. Gapapa rumah berantakan, biarin aja. Put on your pajamas, read magazine or watch Netflix. 

Aku jadi tambah stres kalau rumah berantakan.

Kamu ikut sesi konseling ya. Di sana kamu bisa belajar mengelola ketidakpastian dan menerima segala ketidaksesuaian itu dengan lapang dada. 

Keryn menjadwalkan untuk kembali ketemuan dua minggu lagi. Kayaknya untuk ngecek apakah mahasiswa yang ini masih stres atau engga. Hahahaha. I promised that I will be better off.

Habis ini kamu mau ngapain?

Kembali nulis analisis.

Jangan lupa nanti siang jalan-jalan di seputaran kampus supaya fresh...

Sama seperti setelah ngobrol dengan Andrew, setelah ketemuan dengan Keryn pun hati rasanya plong. Major takeoutnya adalah saat ini daku belum bersedia ambil break tapi akan slowdown apabila memang stuck. Produktivitas ga bisa dipaksakan, tetapi perlu di-maintain. Keryn bilang pola selalu lembur begini ga akan sustainable. Dia juga menawarkan opsi short break beberapa jam dalam seminggu untuk menyegarkan otak. 

Jangan mikirin apa-apa, dibawa enjoy aja. Ini untukmu sendiri.

Keryn setuju sampai Januari tetap gas full untuk persiapan conference. Setelah itu dia akan kembali mengingatkan untuk break. Dia mengernyitkan dahi saat daku bilang selama ini udah break untuk liburan summer dan winter. Menurut dia itu bukan break karena persiapan liburan juga bikin stres. Weleh, sepertinya perlu mendefinisi ulang mengenai apa itu break. Hahahaha.

Yowes, sekarang mau fokus nulis supaya saat Ibu tiba di NZ semuanya udah beres. Sejak minggu lalu Bab mengenai findings and discussion udah bertambah 2 kali lipat dari sebelumnya, tapi masih jauh dari selesai. Semoga bisa lanjut dengan pace ini selama beberapa minggu ke depan.


-the wife-


Tuesday, October 29, 2024

Spring Snow


Saat ini di Selandia Baru sudah hampir dua bulan memasuki musim semi. Oleh karena itu bunga bermekaran dimana2. Di awal September lalu kami disuguhi pemandangan bunga sakura di sepanjang jalan. Di kampus UC ada satu jalan kecil yang kanan kirinya ditanami pohon bunga sakura, namanya Cherry Blossom Lane. Tiap kali awal musim semi, jalan ini akan dipenuhi orang yang foto2 atau piknik karena memang secantik itu. Kebetulan jalan kecil ini selalu dilalui si Ibu tiap kali menuju kantor di kampus. Maka hampir setiap hari saat musimnya mekar, keindahan bunga sakura dapat selalu dinikmati. Salah satu tempat yang juga banyak didatangi untuk menikmati keindahan bunga sakura di Christchurch adalah Hagley Park. Si Ibung dan Bapang pernah sore2 jalan berduaan di bawah pohon bunga sakura di sepanjang tepian Hagley Park.  










Bunga bermekaran di musim semi tentunya sangat wajar. Yang ga lazim adalah SALJU! Cuaca dan temperatur di NZ sini memang terkenal sebegitu galaunya. Satu hari panas terik, besoknya dingin sampai membeku, lusa berangin kencang, itu sudah biasa. Paginya dingin minta ampun tapi siang panas luar biasa pun kami ga heran. Kadang dalam seminggu di sini bisa mengalami 4 musim sekaligus. Ini terjadi pekan lalu. Kami ingat di pertengahan minggu lalu panasnya ga karu2an, sehingga hampir tengah malam pun suhunya mencapai 26 derajat celcius. Namun, hujan turun di hari Jumat - Sabtu dan suhunya dingin banget. Nah, di beberapa wilayah yang agak tinggi bahkan sampai turun hujan salju lebat yang mengakibatkan beberapa jalan ditutup, termasuk di wilayah Castle Hill. Tempat itu cukup dekat dengan Christchurch, dengan jarak sekitar 100km. Karena Senin kemarin tanggal merah (Labour Day) dan si Ibu dan Bapak ga ada jadwal kerja, maka kami pergi ke sana untuk menikmati spring snow. Beginilah pemandangan di sepanjang State Highway (SH)73 dari kota Springfield hingga Castle Hill. Amaziiiing 😍






Kami baru berangkat dari Christchurch jam 11.20 karena paginya leyeh-leyeh dulu. Anak2 seperti biasa semangat kalau mau mainan salju. Untuk makan siang kami bawa kentang goreng dari rumah dan mampir ke KFC untuk beli ayam goreng. Kami juga bawa beberapa snack dan minuman manis. Ini lumayan banget untuk ngirit. Lagipula di wilayah sana jarang ada tempat makan. Kalaupun ada paling cuma nyediain pie atau roti2an dan si Bapak sampe sekarang ga suka makan pie. Yasud, kayaknya udah paten banget tiap kemana2 bawa kentang goreng dan ayam KFC. 



Karena sejak hari minggu cuaca di sana panas banget dan wilayah itu jarang ada pepohonan, maka udah banyak salju yang mencair. Ketika tiba di Lake Lyndon (10 menit sebelum Castle Hill) saljunya udah tipis banget. Sempet agak down tuh. Apalagi anak2 udah bawa slide dari rumah untuk main seluncuran salju. Ini beberapa foto di Lake Lyndon.





Alhamdulillah di Castle Hill saljunya masih tebal. Anak-anak langsung hepi berat. Saat itu cuacanya panas terik. Yang awalnya kami pake kostum lengkap (celana waterproof, thermal suit, puffer jacket, dan sarung tangan salju), akhirnya mulai dilepas satu persatu. Betari pun ngelepas snow suitnya dan cuma pakai thermal suit aja. Ga heran kalau saljunya cepet banget cair. Beberapa bulan lalu kami ke Tekapo dalam situasi yang kira2 mirip seperti ke Castle Hill, yaitu dua hari setelah turun hujan salju lebat. Tapi di Tekapo saljunya masih tebal banget. Gapapalah, yang penting anak2 tetap bahagia. 









Karena anak2 keasyikan main salju akhirnya ga ada yang mau diajak naik ke batu-batu. Jadi cuma Ibu dan Bapak aja yang naik. Kami juga ga naik terlalu tinggi karena masih banyak salju di kanan kiri dan jalannya licin. Setelah foto2 langsung turun lagi ke tempat anak2 main. 








Setelah main selama beberapa jam kami pun kembali ke Christchurch. Dalam perjalanan pulang sengaja melewati Darfield dan berharap bisa mampir untuk beli es krim yang segede kembang kol itu. Tapi sayang, ternyata toko es krimnya tutup. Jadi kami langsung melanjutkan perjalanan pulang. Alhamdulillah jam 5 kurang udah tiba lagi di rumah. Anak2 langsung bikin popmie karena bawaan popmie kami masih utuh. Hahahahaha. Alhamdulillah bisa jalan2 seru yang murah meriah 💗 

Oh iya, hari sabtu lalu komunitas Indonesia di wilayah Canterbury mengadakan acara Bulan Bahasa. Tahun lalu Mas Rama menang lomba pidato di acara yang sama dan dapat voucher belanja $50. Dia juga juara 2 lomba Kahoot. Bapak dan Betari juara 1. Hahahaha. Jadi selain voucher $50 itu, keluarga kami membawa pulang throw blanket dan selimut tebal. Si Ibu saat itu ga ikutan karena mau persiapan confirmation. Ini foto mereka tahun lalu:






Tahun ini ga ada lomba pidato dan Kahoot. Panitia menyiapkan kuis singkat aja. Alhamdulillah Mas Rama menang salah satu kuisnya dan dapat voucher lagi $25. Wkwkwkwkwkw. Padahal voucher yang tahun lalu aja baru habis awal bulan ini. Yang ditonjolkan di acara tahun ini adalah pertunjukan budaya dari Sabang sampai Merauke. Jadi ada tarian dari Aceh, Betawi, Bali, dan terakhir Papua. Ibu dan Betari kembali ikut di tari Aceh. Kali ini bukan tari Saman, tapi tari Likok Pulo. Tingkat kesulitannya lebih tinggi daripada Saman dan durasinya juga 2 kali lebih panjang. Kami ikut latihan 4 kali bersama yang lainnya dan beberapa kali latihan sendiri di rumah sambil melihat video yang disiapkan Kakak Citra. Saking intensnya latihan sampai jari2 tangan dan paha kami memar. Alhamdulillah, meski masih salah2 tapi overall tarian kami berjalan lancar. Mas Dewa juga berpartisipasi dalam tarian Papua. Dia cuma latihan sekali, tapi udah oke banget. Ini video dan foto2 kami di hari itu:








-the wife-


Wednesday, October 16, 2024

Les renang di NZ

Ketika di Indonesia anak2 ga pernah kesampaian ikut les renang. Eits, si Bapang bilang Mas Rama dan Mas Dewa sempat ikut les beberapa kali di kolam renang Matoa. Bener ugaaa. Itu sebelum Bapak patah kaki. Setelah itu berhenti dan ga pernah mulai lagi. Sepertinya karena ibu mereka kelewat sibuk. Maklum, dulu pegang 3 pekerjaan sekaligus. Padahal kami menyadari bahwa kemampuan renang adalah basic skill yang harus dikuasai anak2. Cukuplah ibunya aja yang berkemampuan renang minim. Hahahaha





Nah, sesampainya kami di NZ, si bapang langsung mengusulkan supaya anak2 ikut les renang. Saat itu kebetulan Bapak dan Oom Panggah rutin main badminton di salah satu fasilitas pemerintah kota Christchurch. Ternyata di tempat itu juga ada kolam renang dan program les renang, namanya Swimsmart. Kami dapat info lebih setelah browsing2. Pada intinya program tersebut dilakukan di tiap school term dengan biaya $13.8 per pekan untuk 1 kali les dengan instruktur selama 25 menit. Peserta les harus commit utk ikut selama minimal 10 minggu (sesuai durasi 1 school term). Biayanya bisa dibayarkan sekaligus di week 1 ($13.8 × 10) atau direct debit per minggu (dari week 0 sampai week 9). Selain les sekali seminggu, anak2 juga bisa renang tiap hari di seluruh fasilitas Christchurch City Council (CCC) tanpa bayar lagi selama school term itu. Fixed, anak2 langsung kami daftarin. 

Setelah daftar, kami diberi jadwal assessment untuk menempatkan mereka di level yang sesuai dengan kemampuan renang mereka.  Inilah level yang terdapat di program Swimsmart CCC:




Mas Rama dan Mas Dewa masuk level Junior Learner - Basic, dan Betari di Flounders. Tapi sayangnya Mas2 ga dapet slot di fasilitas CCC yang dekat dengan rumah kami. Akhirnya Betari yang les duluan dan mas2nya menyusul 1 term kemudian. Kami pilih Jellie Park sebagai tempat les karena jaraknya cuma 4km dari rumah. Literally tinggal lurus doang 😅 Dulu pas awal les dapatnya di Graham Condon yang jaraknya lebih jauh (7km), tapi begitu ada slot di Jellie Park langsung minta pindah. 

                                               


Meskipun anak bungsu, tapi kemampuan renang Betari berkembang paling pesat. Gerakannya juga kelihatan ringan, presisi, dan lincah. 3 minggu setelah ikut les dia langsung naik ke level Stingrays. Kemudian berturut2 naik ke Sharks dan Tiger Sharks. Saat ini (setelah les selama 7 term), Betari ada di level Barracudas. Well done Bebi!



                                            



Mas2 pernah naik level sekali, yaitu ke Junior Learners - Intermediate. Kami perhatikan mereka juga udah cukup lancar di freestyle, backstroke, dan survival backstroke. Akhirnya di term ini kami berhentikan lesnya. Namun Mas Rama dan Mas Dewa tetap renang mandiri sambil nungguin adiknya les. Mereka harus menyelesaikan minimal 10 full lenght dengan bermacam-macam gaya renang. Dengan demikian kemampuan renangnya bisa makin berkembang. Betari baru akan berhenti les setelah lulus level tertinggi utk anak school age, yaitu Marlins. Sebenarnya udah jenuh banget dan yang nganterin juga udah mager. Tapi rasanya sayang karena tinggal 2 level lagi. Apalagi berenang adalah kesempatan anak2 untuk olahraga. Kalau di rumah paling cuma main games atau nonton youtube. 


                                                                 

 





Sejak dulu anak2 memang suka banget main air. Mungkin bisa dilihat dari postingan2 liburan kami. Kalau ada kolam renang pokoknya bawaannya mo nyebur aja seharian. Hahahaha. Ternyata itu yang membuat mereka cepat bisa renang. Ini karena mereka merasa nyaman dan percaya diri di dalam air. Saat ini, saking udah terbiasa renang, anak2 ga masalah sama sekali ketika lompat di diving board dan nyebur ke kolam yang dalamnya 4m. Mereka dengan santai berenang ke tepi kolam. Ibunya fixed tenggelam! Wkwkwkwkw... Meski rempong bolak balik nganterin renang, tp semua itu rasanya terbayar ketika ngeliat anak2 udah bisa menguasai salah satu survival skill. 





Oh iya, renang juga jadi kurikulum wajib bagi anak sekolah di NZ. Menjelang spring ortu diminta mengisi formulir untuk menggambarkan kemampuan renang anak. Nantinya sekolah akan menyampaikan form itu ke pihak eksternal yang menjadi penyelenggara renang intensif utk anak2 di sekolah tersebut. Jadi selama 2 pekan di musim semi, anak2 akan diakomodasi pihak sekolah untuk ke kolam renang tiap hari. Ini foto Betari yang dishare gurunya saat les renang bersama teman2 sekelasnya di musim semi tahun lalu. Dia bangga banget karena teman2nya bilang renangnya jago 😄


Alhamdulillah, sungguh ada banyak hal yang kami syukuri karena Allah memberi kesempatan untuk tinggal dan berkegiatan di sini ❤


-the wife-